Kamis, 25 September 2008

Ajahku (3)

“Sebenarnya saya usul namanya ‘Balkis’, sebab lebih Islami karena dekat dengan nama Ratu Balkis. Tapi, entah mengapa mereka memilih 'Bakis'. Tak ada makna sama sekali,” kisahnya pada ku soal nama balai kesehatan itu.

Yang paling khas dari ayahku soal penguasaannya akan ilmu pertukangan hingga kerajinan tangan. Dulu saat meja setrika belum ada, ayah sudah membuatnya. Demikian pula dengan gantungan handuk dan rak sepatu. Buatan ayah ini sangat rapi dan awet.

Yang paling saya ingat, dulu semasa booming film Johny Indo, sekitar akhir tahun 80-an, ayah membuatkan saya sebuah riffle mirip yang dipakai Johny.

Larasnya dari kayu, sedangkan saluran pelurunya dari pipa PVC. Pelurunya berbahan tulang arang batu batre ABC ukuran besar. Pemicunya menggunakan tenaga karet yang dikaitkan di ujung moncong senapan.

Dengan senapan ini saya bisa membidik sasaran lurus sejauh 5 meter. Jika lebih jauh dari itu, maka laju pelurunya akan membentuk gaya parabola selengkung 20 derajat, sehingga sering meleset.

Ayahku juga mengerti akan tajwid Alquran. Ilmu ini pernah dia ajarkan kepada Zainuddin, saudara sepupunya yang kini menetap di Singapura. Berkat bimbingan ayah, dulu Zainuddin berhasil memenangkan MTQ tingkat daerah,

Ilmu ini juga diajarkan pada anak-anaknya, termasuk saya. Dulu, usai salat maghrib ayah mengajar kami mengaji. Mulai belajar alif, ba, ta hingga tamat Juz Amma. Cukup? Tidak, pelajaran langsung dilanjutkan pelajaran tajwid. Dari sinilah saya diajar melafazkan Alquran dengan benar. Dari sinilah saya paham idgham bigunnah, idgham bilagunnah, ikhfa dan lain-lain.

***

Ayahku juga orang yang gemar melalap informasi. Mulai membaca, hingga mendengar. Ketika itu di Bawean hanya segelintir saja orang yang melek informasi. Media informasi masih terbatas, paling banter baru radio transistor. Televisi masih jarang, pelanggan koran dan majalah apalagi.

Maklum, untuk bisa membaca media cetak, harus pesan ke Jawa. Selanjutnya, majalah itu selama 12 jam di bawa kapal mesin yang kala itu hanya seminggu sekali melayani rute Bawean-Gresik.

Untuk melengkapi lalapan ilmu pengetahuannya, ayah berlangganan majalah mingguan Panji Masyarakat, kala itu pemimpin redaksinya Buya Hamka sebelum (apa sesudah? saya kurang pasti) dia ditunjuk sebagai menteri Agama.

Dari majalah inilah, kami banyak paham akan isu-isu ilmu pengetahuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, pertahanan dan keamanan.

Tidak ada komentar: