Kamis, 04 September 2008

Celoteh Ramadan (6)

Dah hampir seminggu kisah ini dimulai, namun semua masih belum tahu ape kerjaye Cik Amat.

Sebenarnya Cik Amat adalah pengojek, dia tergabung dalam Laskar Ojek Warga Bengkong Tengah atau disigkat Lowbet.

Dulu di tahun 2000-an, Cik Amat pernah berjaya. Tepatnya saat pendapatan pengojek menyamai gaji supervisor pegawai Mukakuning. Gara-gara inilah, saat itu Cik Amat pernah diwawancara wartawan, lalu komentar dan wajahnya masuk koran.

Bermodal berita dan fotonya di koran inilah, Cik Amat mampu memikat hati Cik Minah. “Oh, Abang yang wajahnya masuk koran tu ya?” tanya Cik Minah genit, Cik Amat pun hanya tersipu.

Namun dampak dari pemberitaan ini, laskar pengojek meningkat drastis. Kini di mana ade simpang, di situ pangkalan, akibatnya menggerus pendapatan Cik Amat.

Cik Amat pun memiliki akal kreatif agar tak tenggelam, dengan membeli sebuah henpon seken di Pico Nagoya, dia meluncurkan program call center. ”Tak payah ke pangkalan, cukop telpon atau SMS ke nomor 0812701774, saye pasti datang,” promosinya ke tetangga.

Bahkan di jok belakang dan bawah lampu depan ojeknya, dia tulis pengumuman ini pada sebuah karton. Bunyinya, “Nak ojek? Call atau SMS 0812701774, saye pasti datang.”

Gebrakan baru Cik Amat ini ternyata mendapat respon bagus dari konsumen, hingga banyak yang tertarik.

Kepada penumpangnya, Cik Amat mulai menawarkan sistem berlangganan. Pasalnya, kalau dia membidik pengecer, penghasilannya serba tak tentu. Hujan sikit sudah alamat tak ada pemasukan. Apalagi kalau masuk hari besar macam lebaran, orang pada pulang. Tapi kalau berlangganan, pasti stabil.

Namun, lama kelamaan gebrakan Cik Amat ini banyak ditiru pesaing. Apalagi tak dipatenkan, sehingga Cik Amat tak bisa nuntut. Saat itulah, dia mulai berpikir banting setir.

Dia berangan-angan ikut idol-idolan. Modalnya sudah cukup, suara boleh dan juga dia bisa menjual kemiskinannya pada penonton. “Pasti banyak yang kirim SMS,” batinya.

”Jika saya terpilih jadi artis, alamak sedap betul. Lame-lame saya bisa nyalon jadi anggota dewan atau bupati. Amboi sedap betul,” pikirnya.

Namun, hayalan ini tumbang. Umur Cik Amat terlalu tua, apalagi harus ikut audisi ke Medan, mana ade uang? Lagian Cik Amat hanya hafal lagu Cindai saje.

”Sudah lah Bang. Dari pada melamon, mending bantu kupas kangkung,” saran Cik Minah, sang istri, membuyarkan lamunan Cik Amat.

Tidak ada komentar: