Sabtu, 06 September 2008

Berpikir Positif

Tulisan ini adalah lanjutan tulisan saya soal The Winner Take’s All. Secara kebetulan ketika akan berbuka puasa, saya bertemu lagi tiga orang pekerja di perusahaan konstruksi yang saat itu berkisah tentang politik di kantornya itu.

”Kami sepakat mau pindah kerja saja,” urai mereka memulai perbincangan.

Saya kaget juga, lalu bertanya ada apa gerangan.

”Sekarang situasinya tambah parah. Bos kami sudah tak memiliki lagi kebanggaan bekerja di perusahaan kami. Dia pesimis. Jadi wajar saja jika kami juga begitu.”

Yang lain menimpali, “Bahkan kadang kami sering ditanya oleh para bos-bos lain, ‘kapan kamu mau pindah?!”

Saya terdiam sejenak. “Jadi hanya karena itukah?”

“Ya!”

“Apa tak ada gejolak lain, misalnya perusahaan kalian akan bangkrut?”

“Oh tidak. Gaji kami selalu on time”

Mereka lalu berkisah berapa take home pay masing-masing, yang ternyata lebih dari Rp4 juta, padahal baru staf biasa saja. Soal karir juga ternyata lebih transparan dan jelas.

”Jadi tak ada masalah dong?” tanyaku lagi (padahal dalam hati saya dongkol juga ngelayanin para mahluk Tuhan paling tak bersyukur ini).

“Ya memang, tapi kan tak enak aja jika kerja tak punya kebanggaan lagi.”

Lama saya diam, lalu mengatakan bahwa soal pindah kerja itu adalah hak masing-masing karyawan. Namun, jika alasan mereka hanya karena tak nyaman karena soal pimpinan mereka tak lagi punya kebanggaan lagi, tentu itu bukan suatu alasan yang baik.

Bagaimana jika di tempat yang baru nanti mereka akan menghadapi persoalan sejenis? Sebab, mana ada manejemen yang sempurna? Namanya kapitalis ya tetap saja makan darah.

“Ini hanya soal permainan pikiran saja. Maka lawanlah dengan pikiran pula. Masak kalian yang jumlahnya banyak, kalah dengan satu orang pimpinan yang tidak bisa memberikan pikiran positif pada kalian?” jawabku.

Selanjutnya saya mengajak mereka berpikir hal-hal yang indah yang mereka dapatkan saat bekerja di perusahaan tersebut. Terutama soal gaji tinggi yang mereka dapat.

“Sudahlah. Mana ada manajemen yang sempurna. Coba lihat di luar sana, berapa banyak orang yang kurang beruntung. Jadi bersyukurlah. Ini hanya permainan pikiran saja!” kali ini saya mulai dongkol kayaknya sekarang giliran saya yang harus berpikir positif.

Tidak ada komentar: