Jumat, 19 September 2008

Celoteh Ramadan (21)

Cik Amat dan Cik Minah adalah pasangan pas-pasan. Agar lembar-lembar hidupnya terus berlangsung, mereka harus melakukan beragam jurus penghematan.

Di saat keluarga lain menghangatkan diri di dalam rumah dengan bersantai kala hujan, Cik Minah malah sibuk menampung air hujan dalam beberapa tong, mulai ukuran 100 liter hingga yang kecil 4 liter.

Tak heran, saat musim hujan, sisi-sisi rumah Cik Minah penuh berjejer ember dan tong, mirip prajurit Jepang berbaris.

Karena itupulalah, Cik Amat mendesain atap rumahnya sedemikian rupa, sehingga ada pancuran-pancuran kecil di tiap sisinya.

“Ini berguna supaye air hujan berkumpul, sehingga hasilnya banyak dan tepat sasaran ke tong,” jelas Cik Amat.

Hasil menampung air hujan ini mereka pakai untuk mandi, cuci dan kakus. Efeknya, cukup membantu penghematan anggaran rumah tangga mereka hingga 25 persen.

Selain itu, mereka selalu mencari inovasi-inovasi baru bagaimana menghemat air, misalnya mandi dengan satu ember air, atau memotong ujung leher angsa kakusnya, agar sekali siram kotoran bisa langsung hilang.

Penghematan ini juga mereka lakukan di sektor lainnya, seperti listrik. Intinya, di saat Presiden baru bisa mengimbau agar hemat enersi, Cik Amat dan Cik Minah sudah mekukannya jauh hari sebelumnya.

Dan di bulan Ramadan ini, menjadi berkah sendiri bagi Cik Amat dan Cik Minah. Tak kalah dengan pejabat daerah, saat inilah mereka juga menyusun jadwal safari Ramadan dari masjid ke masjid, tentunya untuk menikmati buka gratis atau undangan berbuka bersama.

Sekitar pukul 16.00 mereka sudah sibuk berdandan rapi, dengan segala persiapan. ”Segera Minah, supaye dapat tempat strategis lah,” ujar Cik Amat. Tempat strategis yang dimaksud di sini adalah dekat pilar. Sebab, di sini bisa ambil kolak dua mangkuk sekaligus tanpa ketahuan. Maklum, terhalang pilar.

Selain itu, Cik Amat dan Cik Minah juga aktif menghadiri buka bersama yang digelar pejabat dan semacamnya. Khusus hal ini, jadwalnya diatur terpisah supaya tak bentrok. “Segan lah Bang ditengok orang,” jelas Cik Minah.

Dari buka bersama inilah, mereka dapat membawa pulang makanan yang bisa sebagai bekal sahur nanti. Dengan demikian, mereka bisa menghemat anggaran sahur.

Seperti Senin lalu, Cik Amat dapat undangan menghadiri buka puasa bersama di rumah Pak Ngah, orang terkaya di kampung itu. Merekapun sumringah. ”Kalau dah rejeki, ade saje ya Bang.”

Seperti biasa, mereka pun mengatur strategi. ”Hei sini kumpul, ssst sstt...”

Hingga sesampainya di rumah Pak Ngah, mereka menyebar sesuai arahan yang telah dirapatkan di rumah. Formasinya 1 per 10. Rincinya seperti ini, jarak antrean Cik Amat, Cik Minah dan Sudin, anaknya, terpaut 10 orang. ”Jangan terlalu dekat sangat, malu kite,” begitu pesan Cik Amat.

Strategi kedua, tiap orang mengambil lauk lebih dari 1 jenis. Misal di piring Cik Amat harus ada ayam, rendang dan ikan tongkol. Demikian selanjutnya di piring Cik Minah sdan Sudin.

Setelah waktu berbuka tiba, mulailah Cik Amat memanggil Sudin, “Din sini Nak. Ikan ayah tak habis. Nih ayah kasih, mubazir kalau dibuang,” jelasnya dengan suara yang agak lantang. Sudin pun menurut.

Tak lama Cik Minah memanggil, dengan kata yang sama. Jadilah di piring Sudin penuh dengan lauk. Saat itulah, anak ini mengambil kotak lalu mengumpulkan aneka lauk itu untuk dibawa pulang.

Tugas ini memang hanya Sudin yang bisa lakukan, maklum, orang tak akan mencibir, namanya juga anak-anak.

Dengan demikian, Cik Amat bisa berhemat anggaran buka dan sahur pada keesokan harinya.

Tidak ada komentar: