Kamis, 25 September 2008

Berpetualang di Pinang (3)

Acara ini sebenarnya dihelat pukul 09.00 WIB. Untuk itu, agar tepat waktu usai saya berangkat ke Pelabuhan Feri Punggur bersama Lilis dari Batam usai salat Subuh, sekitar pukul 06.00 pagi, selanjutnya pukul 07.00 nyeberang dengan speed boat.

Di Pinang sampai sekitar pukul 08.00. Di sana sudah ada Latief menjemput dengan Kijang sewaan, Novianti (12) anak penderita lumpuh layu dan ayahnya.

Selanjutnya, saya di antar ke kantor perwakilan, sedangkan Latief sebelum membawa Novianti ke Kantor Wali Kota di Senggarang, terlebih dulu mengantar Lilis ke rumah anak penderita lumpuh layu lain, Ganda Siahaan.

Saya sendiri ke Senggarang bersama Pimpinan Umum dan Kepala Perwakilan Sigit Rachmat, sekitar pukul 09.15. Keberangkatan ini molor dari jadwal, akibat feri Sentosa yang ditumpangi PU dari Batam, macet selama 15 menit di tengah laut. “Biasanya saya naik Baruna, tadi naik Sentosa karena terpaksa saja,” terangnya.

Perjalanan ke Senggarang sangat jauh. Dari Tanjungpinang jauhnya sekitar 25 KM. Mobil Honda Jazz yang kami tumpangi baru sampai sekitar pukul 10.00.

Sebenarnya satuan jauh di Tanjungpinang memakai istilah “batu” yang diambil dari bahasa Melayu untuk sebutan mil. Ini dibuat pada masa pendudukan Belanda berdasar jarak dari pelabuhan (batu 0).

Satuan jauh ini sekaligus berfungsi sebagai alamat. Makanya, di Pinang banyak ditemukan alamat rumah semisal Batu 6, batu 8 dan seterusnya. Satu mil sekitar 1,5 KM. Satuan kilo meter sendiri hanya dipakai di Senggarang, sebagai kawasan pemerintahan yang baru berdiri.

Yang cukup ngeri, kondisi jalan penuh naik turun dan kelokan dan tajam. Ini sangat melanggar hukum arsitek, sebab pengendara dari arah berlawanan tak dapat melihat posisi satu sama lain. Mestinya tanjakan, turunan dan kelokan tajam itu dikikis.

Saat acara penyerahan kursi roda berlangsung, ternyata masih tinggal dua anak Kijang yang tak datang. Sehingga kami putuskan menyerahkan pada mereka hari itu juga. Selanjutnya kami kembali ke Perwakilan, sembari menunggu dua kursi roda yang dibawa Latief.

Ternyata, kursi roda itu masih di Senggarang, otomatis saya Lilis dan Latief kembali ke Senggarang. Ampun.

Tidak ada komentar: