Jumat, 19 September 2008

Tuolooong Diedit Ya...

“Tuolooong Diedit ya…”

Begitulah bunyi kalimat perintah yang selalu ditulis CEO Jawa Pos Grup Dahlan Iskan, saat dia menyerahkan materi “Catatan” pada para redakturnya.

Sungguh luar biasa kerendahan hati orang ini. Dahlan Iskan, yang tulisannya sangat bagus, masih minta diedit?

Apa tulisan Dahlan banyak salah? Saya sering melihat di tulisan asli si Bos yang tak ngebos ini. Sebenarnya tidak banyak salah, ada satu dua kalimat yang masih memakai pakem lama. Kadang juga ada sedikit kesalahan, huruf misal S jadi D. Itu pun paling hanya satu kalimat saja.

Namun yang pasti, setiap tulisan asli Dahlan Iskan yang saya lihat, sering kali tak ada judul. Entah apa alasannya.

Tapi saat tulisan ini masuk ke tangan para redaktur Jawa Pos, hasilnya sungguh luar biasa. Tulisan Dahlan yang memang bagus, menjadi kian elok. Kalimatnya yang lugas kian lancar, tak ada lagi kalimat yang salah, dan yang paling mengagumkan, tulisan itu tampil dengan judul yang lebih brilian!

Bicara soal redaktur atau editor ini, saya jadi ingat Ade Adran Syahlan, mantan Pemimpin Redaksi Pos Metro Batam. Tahun 2000 lalu dia pernah bialng begini, “Kamu tahu apa tugas redaktur?”

Saya diam saja.

“Tugas redaktur adalah bagaimana mengenalkan tulisan wartawannya ke masyarakat. Jika tulisan wartawan yang diedit redaktur, besok tambah bagus dan jadi bahan pembicaraan, maka disitulah nilai keberhasilan seorang redaktur.”

Begitulah ulasan Ade yang kini menjabat Pimpinan Umum di harian yang sama itu.

Dari ulasan ini, tentunya si wartawan harus jujur dan mau berbenah jika tulisannya yang diedit redaktur itu ternyata lebih baik. Bukan malah kian manja.

Karena terkadang masih saja ada wartawan yang tulisannya selalu kacau, jika ditanya, “Lho (merapikan tulisan) itu kan tugas redaktur!”

Namun kadang ada kasus bebalikannya, tulisan asli si wartawan sudah bagus, namun setelah masuk meja redaktur malah kacau, tak jelas lagi apa maksudnya. Kenapa begitu? Ternyata redakturnya tak bisa nulis, kalau nulis pun banyak salah.

Tak heran ngeditnya hanya main potong dengan berpedoman pada titik terdekat. Padahal, kadang inti sebenarnya dari tulisan itu ada di bagian bawah yang dia potong.

Berkaca ke Indopos. Akibat editan redaktur yang mengada-ngada, kantor harian tersebut diserbu orang-orang Hercules. Seorang wartawan mengalami patah hidung.

Soal sentuhan redaktur terhadap media ini bukanlah suatu hal yang main-main. Dalam sebuah pertemuan dengan persatuan editor seluruh Amerika, raja media Rupert Murdoch pernah berucap bahwa saat ini banyak pembaca yang telah meninggalkan surat kabar akibat hilangnya sentuhan editor dan wartawan terhadap pembaca.

Tidak ada komentar: