Senin, 01 September 2008

Anak dan Banci (1)


‘’Saat ini banyak hiburan yang kita sangka lucu, namun tak aman untuk anak”.

Itulah komentar Ketua Komisi Perlindungan Anak Kepri Bibiana Dyah Sucahyani saat bertemu saya di akhir Agustus lalu.

Wanita berjilbab yang biasa dipanggil Mbak Dea ini pun merujuk contoh. ‘’Coba Mas perhatikan, saat 17 Agustus anak-anak sering disuguhi lomba orang laki-laki main bola pakai daster. Bagi kita lucu Mas, tapi bagi anak ini tak aman,” jelasnya.

Menurut Dea yang psikolog ini, dari sana nanti si anak (tentunya yang laki-laki) akan perfikir, ‘’Oh… kalau mau mebuat orang senang harus pakai daster ya? Padahal itu seliru, sebab hanya akan mendorong menjadi transseksual,” jelasnya.

Saya resapi juga kalimat Dea ini. Sebelumnya saya memang pernah mendengar soal trans seksual ini. Mereka adalah lelaki yang secara seksual adalah wanita, namun ”terjebak” dalam raga pria. Karena itu, perilakunya mirip wanita mulai senang boneka hingga memakai rok. Masyarakat mengenalnya sebagai banci.

Ada juga yang sebaliknya, pria tapi terjebak dalam tubuh wanita. Tapi yang model begini luput dari perhatian masyarakat, mengingat saat ini wanita berpakaian pria sudah menjadi kewajaran.

Beda dengan homo dan lesbian atau bahasa gaulnya maho dan lesbiola. Ini adalah orientasi seksual seseorang, karena mereka bisa jadi secara seksual adalah lelaki bertubuh lelaki atau wanita bertubuh wanita pula. Homo dan lesbian bisa saja orang transeksual, tapi orang transeksual tak harus homo dan lesbian. Ada kalanya mereka menikah dan punya anak.

Memang selama ini masyarakat sangat menyenangi tontonan kebanci-bancian. Katanya lucu, melihat lelaki yang semestinya gagah jadi lembut dan memakai baju wanita. Sehingga, televisi pun banyak membuat program-program sejenis ‘’banci inside” ini.
-----------
Foto: Bibiana Dyah Sucahyani

Tidak ada komentar: