Selasa, 02 September 2008

Salat (1)

Di musala kantor saya lihat seorang kawan salat. Wajahnya tegang, cenderung merengut, dahinya berkerut-kerut, matanya terpejam, bibir komat-kamit dengan sangat tajam, sehingga dari geraknya saya bisa membaca sulat apa yang tengah dilafazkan.

Penasaran, setelah salam terakhir, saya temui kawan ini. Saya bertanya, kok salatnya seheboh itu, sampai-sampai wajahnya jauh lebih tua dari usia sebenarnya?

Sang kawan menjawab, dia tengah berupaya menyatukan pikirannya dengan Allah. karena itu dia berusaha membayangkan di mana Allah berada.

”Makanya harus konsentrasi za.”

”Apa sudah ketemu? Apa pikiranmu tadi sudah menyatu?”

”Susah Za. Makanya sampai dahi saya berkerut.”

Dari sini saya langsung teringat dengan pengarang buku Solat Khusyu, ustad Abu Sangkan. Beberapa waktu lalu dia sempat bertandang ke Batam, menggelar seminar dari bukunya itu.

Dalam seminar yang dikenakan infak Rp1 juta bagi setiap peserta itu, ada pertanyaan dari jamaah yang memang menarik di simak. ”Ustad, bagaimana supaya solat kita khusyu?”

Yang lain bertanya, tentang kendalanya melakukan salat khusyu. ”Cenderung cepat-cepat ustad!”

Abu Sangkan terdiam sejenak. Selanjutnya dia menerangkan, bahwa salat itu kuncinya di hati. Pertama yang harus dilakukan dengan membersihkan hati terlebih dahulu.

”Buang semua rasa sombong, ingin dipuji dan semacamnya. Semakin kita rendah hati, maka semakin tubuh kita ditarik oleh gravitasi bumi,” sebutnya.

Selanjutnya ada yang memperagakan gerakan salat sesuai petunjuk sang ustad. Memang benar, hasilnya sebelum takbir saja, orang tersebut langsung tertunduk bagai padi yang menguning. Matanya langsung memejam, wajahnya berganti sangat tenang, tenang sekali. Subhanallah.

Jamaah lain pun bertanya, apa yang dirasakan saat itu.

”Wah susah dikatakan. Yang jelas, saya merasa tentram. Semua pikiran tenang, salat pun mengalir. Biasanya saya selalu memikirkan sudah rakaat berapa ya? Saat itu pikiran itu hilang. mengalir saja,” jawabnya.

Tidak ada komentar: