Kamis, 04 September 2008

Celoteh Ramadan (3)

‘’Wa…. Wa… wa…”

Sudin anak Cik Minah menangis meraung-raung di lantai tanah depan rumahnya, mirip penari reog yang kesurupan. Apa pasal? Oh rupanya budak nih lagi merajuk, nak petasan.

Pujukan dan rayuan Cik Minah tak lagi membuat tangisnya reda. Bahkan anjuran Pak banpol sebelah rumahnya, bahwa petasan itu berbahaya dan dilarang pun tak lagi mempan.

”Pokoknya Sudin nak petasan, wa.. wa … wa…” ratapnya, sembari meningkatkan atraksinya dengan membuat putaran 180 derajad, mirip orang break dance.

‘’Hei Sudin, nak terhegeh-hegeh pon engkau merajok, tak nak emak belikan. Emak tak nak nanti engkau disangka teroris,” ujar Cik Minah.

Sudin pun tak berhenti. Tangisannya kian kencang, sehingga membuat tetangga berkumpul. Jadilah pagi itu, rumah cik minah penuh orang yang menonton, mirip ada kontes karaoke.

Keramaian ini rupanya juga menarik perhatian Cik Madi, wartawan Koran Pak Kumis atau KPK. ”Apa cerite… ape cerite…” katanya bertanya.

”Hei hei hei… tak ade cerite lah Pak Cik. Pasal budak nangis saje nak masuk koran KPK pula! No comment lah!” balas Cik Minah sengit. Cik Madi pun balik kanan, mirip tentara kalah perang.

Tak tahan jadi pusat perhatian akhirnya Cik Minah meluluskan permintaan Sudin untuk beli petasan. Atraksi Sudin pun usai. Penonton pun bubar teratur.

Singkat cerita. Entah dari mana Sudin dapat petasan. Beentuknya kecil-kecil seperti puntung rokok. Dengan petasannya itu, sudin pun bermain riang. Dia lempar ke sana-kemari, ‘’Toar… toar… toar…” begitu bunyinya.

Kadang dia lempar ke ayam Tuk Mamat yang sedang istirahat, hingga lari ketakutan akibat shock berat. ”Koak… koak….”

Dasar budak tak berperi-keayaman, Sudin pun tambah girang dan kian meningkatkan aksinya. Kali ini yang menjadi perhatiannya adalah WC umum di kampungnya. ”He he he… Mumpung sepi,” begitu batinnya.

Memang, jam-jam sibuk WC umum ini hanya saat pagi dan sore saja. Kalau siang biasanya tak terpakai.

Sudin pun bersiap melempar amunisinya. Dia pilih petasan yang paling gemuk. Jes…. Korekpun menyala, petasan disulut, lalu petasan itu dia arahkan ke salah satu ruang di WC umum itu, bak gaya prajurit Jepang melempar granat.

Syuuuuuuut… Toarrrrrrr… Petasan pun meledak.
Bersamaan dengan itu, suara teriakan keluar dari dalam WC, “Alamak… Siape Ni…”

Oh rupanya Tuk Mamat lagi buang hajat. Baju dan sarungnya basah kuyup. Ternyata Tuk Mamat tercebur ke bak air, saat mendengar bunyi petasan itu.

Sudin pun langsung lari katakutan.

Tidak ada komentar: