Kamis, 25 September 2008

Ajahku (5)

Saat itu dia mendengarkan kuliah subuh dari Radio Mujahidin, Suara Perak Jaya, Surabaya. Saat itu yang sering diputar adalah ceramah Buya Hamka.

Saking seringnya, sampai-sampai saya masih ingat lagu wajib radio ini sebelum dan sesudah acara ceramah agama, yaitu lagu gambus berjudul Panggilan Jihad. Tak hanya puas di jalur AM ayah juga membasuh kehausan informasinya di jaur SW. Biasanya dia sering mendengar radio Malaysia. Saat itu pulalah dia menceritakan tentang apa yang didengarnya.

Kegemaran mendengar radio ini juga ayah lakukan ketika istirahat siang, sepulang dari pasar. Hingga pada pertengahan tahun 80-an, ketenangannya mendengarkan radio itu terusik, kala Niki Kosasih menciptakan sandiwara radio Brama Kumbara.

Sandiwara ini berdurasi 30 menit, iklan utamanya Entrostop dan Procold produksi Kalbe Farma. Setiap sesi ada 60 episode dan kala itu masih diputar setiap pukul 16.00, jadi usai pulang madrasah saya ikut nguping.

Sampai-sampai ayahku berkata, “Kalau saya jadi mentri penerangan, akan saya larang saja acara ini. Kamu malah tak konsentrasi lagi belajarnya,” gerutuinya saat itu.

Ayah marah, karena kadang saya sempat bolos madrasah hanya untuk mendengarkan satu episode yang menurut saya sedang genting, misalnya kala Brama akan dihajar bajak laut atau penyamun.

Ya, memang saya sangat menyukai kisah petualangan Brama ini. Maklum, dulu televisi tak semarak sekarang. Sampai saat ini saya masih ingat nama-nama pemerannya yang berasal dari Sanggar Prativi Jakarta itu, seperti Ferry Fadly (Brama), Ermawati (Mantili), Bahar Mario (Bongkeng).

Selanjutnya ada Maria Unthu (suaranya sampai kini masih bisa kita dengar saat akan masuk ke bioskop 21), Astriati, bahkan Novia Kolopaking pun ada. Saat itu dia memerankan Anjani, anak Lasmini (suaranya diisi Ivone Rose).

Dan, yang paling saya ingat adalah narasinya ketika sandiwara akan dimulai, yakni :Tehnis dan montasye Indra Mahendra.

Selain radio, ayahku gemar menonton informasi di televisi. Kala itu yang ada hanya TVRI. Karena saya berada di Jawa Timur, maka saluran relay-nya berasal dari Surabaya

Acara favoritnya adalah Dunia Dalam Berita tiap pukul 21.00 dan Ketoprak.

Ada yang unik soal televisi ini. Dulu di Bawean masih jarang yang punya. Pada tahun 1977 ayah membelinya, mereknya Sharp 21 inc. Tentu saja masih hitam putih. Powernya menggunakan aki GS ukuran besar.






Sebenarnya saat itu listrik sudah ada, namun masih dikelola perorangan. Namanya Pak Halik, tempatnya di Sawah daya, 500 meter dari rumah. Dayanya tak begitu besar, hanya beberapa amper, sehingga hanya cukup untuk lampu saja. Itupun saat pukul 00.00 sudah dimatikan.

Sejak ayah membeli televisi, rumah kami selalu ramai. Kakakku berkisah, sejak pukul 20.00 ratusan warga sudah ramai berkerumun menonton hingga pukul 00.00.

Biasanya, pada tengah malam TVRI memutar film lepas, seperti Steve Austin The Six Million Dollar Man, Jeanny Bionic Woman, The Time Tunnel, Charlies Angel ‘s, The Saint dan lain-lain. “Saking ramainya, ayah memindahkan televisi ke teras,” kisah kakakku.

Agar siaran televisi ini bagus, maka ayah harus memasang antenna setinggi 10 meter. Tiangnya dari batang pohon bambu. Agar tak goyah, ayah memasangnya berdempet pada mangga harumanis yang tertanam kokoh di depan rumah kami. Selanjutnya, di batangnya masih dililit tali tampar yang dibentang ke lima penjuru mata angin.

Ada kalanya, jika cuaca buruk, ayah memutar-mutar arah antena nya supanya mendapat saluran yang baik dan jernih.

Dari sini ada yang menarik. Agar tak rubuh dan lapuk, tiap 6 bulan sekali batang bambu ini harus diganti secara berkala. Tentunya tak mudah untuk menurunkan antena ini. Saat itulah, warga kampung bergotong royong membantu. Agar tak mengganggu aktivitas, ayah menggelar acara ini pada sore hari, sekitar pukul 16.00.

Caranya, pertama-tama tali yang melilit batang bambu itu dibuka. Setelah itu, warga menurunkan dengan melepas tali yang melilitnya. Satu sisi mengulur, satu sisi menarik hingga tiang itu miring yang lalu disanggah dengan puluhan tangga. Perlu tenaga ekstra untuk melakukan ini. Setelah penurunan selesai, lalu dilakukan pemasangan. Prosesnya sama, Cuma tenaganya lebih besart lagi, karena kli ini menantang gravitasi.

Saya senang saat ini berlangsung. Selain menarik dilihat, juga banyak sajian minuman, dan makanan kecil yang terhidang. Ibulah yang mempersiapkannya.

Dari melalap informasi inilah, ayah memiliki pemikiran lebih maju. Dari melalap informasi inilah, ayah lebih bijak. Namun semua itu terjadi di masa saya masih kecil. Karena saat beranjak dewasa, ketika saya ingin menggali pemikiran ayah, dia sudah tiada. Ayah wafat ketika saya duduk di kelas III SMP Muhammadiyah.

————————
Maafkan saya ayah. Saya belum bisa membalas budi ayah.

Tidak ada komentar: