Kamis, 25 September 2008

Berpetualang di Pinang (2)

“Ah, tak ada lah Pak. Ini masih bagus semua kok,” balas Amri.

Saya perhatikan memang tak ada kerusakan fatal, cuma beset saja bagian sayap, bekas saling gesekan dengan bemper depan Kijang yang kami kendarai.

“Ngomong-ngomong Bapak mau kemana nih,” pancing Amri, coba mengalihkan perhatian. Akhirnya lelaki itu bercerita, dia mengendari sepeda motor dari Tanjungpinang hendak ke sebuah daerah di Kijang.

Sekadar di ketahui, jarak Tanjungpinang ke Kijang sekitar 25 batu (mil). Jika dalam kecepatan sedang, kita bisa menempuhnya sekitar 45 menit perjalanan. Kalau malam, sepanjang jalan gelap gulita, kalau siang panasnya minta ampun.

“Ya sudahlah Pak, saya maaf. Ini kan bulan puasa mending saling memaafkan, tak baik marah-marah, takut batal,” rayu Latief, sementara kami melihat suasana sudah tenang langsung kembali ke mobil.

Latief menyusul kemudian. Syukurlah, semua bisa dikendalikan. Jurus “bulan puasa” Latief ternyata manjur.

“Abang bisa gantikan nyetir?” tanya Latief pada Amri. Rupanya dia masih trauma.

“Ah, tidak ah. Lanjut aja, tapi pelan-pelan,” jawab Amri.

“Iya Tif, pelan-pelan aja,” timpal yang lain.

Seperti biasa, dari setiap tragedi selalu saja ada bahan yang bisa dijadikan bahan bercanda, seolah kami mengolok-ngoloknya. Mungkin ini sebagai pelarian untuk melepas stres dan ketegangan.

“Ha ha ha… manjur juga jurus puasa batal engkau ya,” ujar Agnes.

“Ya, kan benar kan. Ini kan puasa, nanti batal,” kelit Latief.

“Ngomong-ngomong mobilnya tak apa-apa Tif?” tanya Lilis.

“Ah… Tidak kok, paling dijilatin aja (bekasnya) hilang,” candanya.

***

Hari itu, memang menjadi hari yang sangat melelahkan bagi kami. Apalagi pas bulan puasa. Saya sendiri ke Pinang bersama Lilis untuk menghadiri penyerahan kursi roda sumbangan Yayasan maria Monic bagi anak penderita lumpuh layu, oleh Wali Kota Tanjungpinang Suryatati A Manan di kantornya, Senggarang.

Tidak ada komentar: